Artikel

Perawatan Tumpangsari CMK & Melon : Strategi Menyatukan Dua Karakter Tanaman yang Bertolak Belakang

Perawatan Tumpangsari CMK & Melon : Strategi Menyatukan Dua Karakter Tanaman yang Bertolak Belakang


Karlina Indah / Rabu,25 Juni 2025

Bertani bukan sekadar menanam dan menunggu panen. Ada seni, strategi, dan eksperimen yang sering kali melahirkan inovasi di luar dugaan. Salah satunya adalah tumpangsari unik antara cabai merah keriting dan melon yang diterapkan oleh Mas Nugroho, petani muda inspiratif asal Purbalingga. Kombinasi ini terbilang langka karena mempertemukan dua tanaman dengan karakter pertumbuhan yang sangat berbeda, bahkan cenderung bertolak belakang. CMK yang ditanam merupakan varietas tahan virus, suatu keunggulan yang sangat penting di era serangan penyakit yang kian masif. Namun, varietas ini punya kelemahan yaitu rentan terhadap serangan jamur dan sangat tidak tahan terhadap kelembaban berlebih. Jika terlalu banyak air atau suasana terlalu lembab, tanaman bisa cepat terserang jamur salah satunya jamur penyebab layu. Di sisi lain, melon adalah tanaman sulur yang menyukai kelembaban. Hampir seluruh jaringan tubuh melon menyimpan banyak air. Ia akan tumbuh optimal bila kebutuhan airnya tercukupi secara konsisten. Tantangannya? Menjaga keseimbangan air agar kedua tanaman ini bisa sama-sama tumbuh optimal dalam satu lahan. Bagaimana Mas Nugroho menyiasatinya? Ia punya trik khusus yaitu mulai dari aplikasi Trichoderma di awal tanam, hingga rutin kocor kalsium dua minggu sekali di lubang tanam. Bagaimana perawatan yang diterapkan Mas Nugroho untuk kedua tanaman tersebut? Baca penjelasan lengkapnya di bawah ini.

Perawatan Fase Vegetatif : Mengatur Nutrisi untuk Dua Tanaman Berbeda

Penanaman yang dilakukan Mas Nugroho tidak dilakukan serentak, CMK ditanam lebih dahulu, baru melon menyusul dua minggu kemudian. Hal ini dimaksudkan agar tidak saling berebut nutrisi di awal pertumbuhan. Perawatan di Fase Vegetatif sangat krusial karena akan menentukan kekuatan akar, batang, dan awal pembentukan tajuk tanaman. Strategi pemupukan pun harus tepat waktu dan terukur. Mas Nugroho menerapkan sistem pengocoran langsung ke lubang tanam dengan interval yang berbeda untuk masing-masing tanaman. Untuk melon, pengocoran dilakukan setiap 7 hari sekali, sedangkan untuk cabai CMK, lebih intens yaitu setiap 5 hari sekali. Meski intervalnya berbeda, bahan yang digunakan dalam pengocoran tetap sama. Untuk cabai, pada 5 HST diberikan NPK starter, phospat padat (seperti Ultradap), dan asam amino. Lanjut di 10 HST diberikan NPK 16-16-16, phospat, dan asam amino. Pada 15 dan 20 HST, hanya diberikan NPK 16-16-16 saja. Setelah itu, pengocoran dihentikan dan diganti dengan pupuk susulan berupa NPK grower dan KCl, yang baru dilakukan sekali hingga usia CMK mencapai 69 hari. Sementara itu, melon diberi pupuk secara bertahap: 7 dan 14 HST menggunakan NPK starter, phospat, dan asam amino, lalu di 21 HST diganti dengan NPK 16-16-16, phospat, dan asam amino. Dosis yang digunakan cukup detail yaitu phospat padat atau ultradap 5 sendok makan per 20 liter air, asam amino 30 ml, dan NPK 250 gram. Dengan manajemen nutrisi yang cermat ini, Mas Nugroho memastikan kedua tanaman tumbuh optimal sesuai kebutuhannya masing-masing.

Bagi Mas Nugroho, pupuk kocor dari bawah saja tidak cukup untuk menjamin pertumbuhan tanaman yang maksimal, apalagi dalam sistem tumpangsari yang melibatkan dua tanaman dengan karakter berbeda seperti cabai CMK dan melon. Oleh karena itu, ia tetap melakukan penyemprotan rutin dari atas untuk memastikan kebutuhan nutrisi dan proteksi tanaman tetap terpenuhi secara menyeluruh. Pada fase vegetatif, penyemprotan difokuskan pada dua hal utama yaitu perlindungan dari hama dan pemenuhan nutrisi mikro melalui daun. Untuk pengendalian hama, khususnya kutu-kutuan yang kerap menyerang tanaman muda, Mas Nugroho menggunakan kombinasi insektisida abamektin, imidacloprid, dan metomil. Ketiga bahan aktif ini dikenal efektif untuk mengatasi berbagai jenis kutu daun, thrips, dan hama pengisap lain yang bisa menjadi vektor virus maupun menyebabkan stres pada tanaman.

Sementara itu, untuk mendukung pertumbuhan vegetatif dan memperkuat daya tahan tanaman, ia menggunakan nutrisi daun seperti MORDENFOL dan VITARON SL. Vitaron SL ini kaya akan unsur mikro yang sangat penting namun sering terlewat dalam pemupukan dasar. Unsur mikro seperti Zn, Fe, dan Mn membantu mempercepat pembentukan klorofil, enzim, serta meningkatkan daya tahan alami tanaman terhadap serangan penyakit. Dengan pola perawatan menyeluruh, baik dari akar maupun dari daun, Mas Nugroho berhasil menjaga kemampuan untuk hidup, tumbuh, atau berkembang tanaman dalam sistem tumpangsari ini. Hasilnya, pertumbuhan lebih merata, daun lebih sehat, dan potensi serangan hama bisa ditekan sejak awal.

Perawatan Fase Generatif

Memasuki fase generatif, pendekatan perawatan tumpangsari CMK dan melon ala Mas Nugroho pun turut mengalami penyesuaian. Di fase ini, tanaman mulai berfokus pada pembentukan bunga dan buah, sehingga kebutuhan nutrisi pun bergeser terutama pada unsur kalium yang berperan penting dalam pembentukan buah, pematangan, dan kualitas hasil panen. Mas Nugroho rutin melakukan penyemprotan setiap 5 hari sekali untuk mendukung proses tersebut. Kalium yang disemprot melalui daun membantu memperkuat jaringan tanaman, mempercepat pembesaran buah, serta meningkatkan rasa dan daya simpan, terutama pada melon yang sangat sensitif terhadap kualitas air dan unsur hara. Namun, tantangan cuaca tidak bisa dihindari. Ketika hujan turun berturut-turut, Mas Nugroho dengan sigap mengubah strategi. Ia merapatkan jadwal penyemprotan khususnya fungisida, biasanya tanpa mencampur bahan lain. Tujuannya jelas, mengantisipasi serangan jamur akibat kelembaban tinggi, terutama pada cabai CMK yang sangat rentan terhadap serangan penyakit seperti layu dan bercak daun. Dalam kondisi seperti ini, perlindungan menjadi prioritas utama ketimbang pemupukan tambahan. Perpaduan ketepatan jadwal, kepekaan terhadap cuaca, dan pemilihan bahan semprot yang sesuai membuat tumpangsari ini tetap produktif hingga fase generatif. Berikut bukti perpaduan perawatan di atas:

Setiap petani memiliki tantangan unik di lahannya masing-masing, termasuk Mas Nugroho yang mengelola tumpangsari cabai CMK dan melon di atas tanah liat. Karakter tanah seperti ini menyimpan air cukup lama, sehingga di penghujan kondisi tanah bisa sangat basah dan tanah menjadi keras di musim kemarau. Dalam perawatannya, Mas Nugroho tidak pernah menggenangi lahan secara penuh dan terlalu lama. Ia hanya melakukan pengairan dengan sistem dileb hingga tanah terasa lembab, bukan becek apalagi tergenang. Ini penting, sebab cabai bukan tanaman air, terlalu banyak air justru bisa memicu serangan jamur dan layu yang berakibat fatal. Lebih dari sekadar teknik, yang membuat sistem tumpangsari ini berhasil adalah mentalitas bertani yang dibangun Mas Nugroho. Di tengah segala keterbatasan, ia tidak menyerah. Pesannya sederhana tapi mengena “Semangat dalam bertani dan jangan pesimis. Maksimalkan apa yang kita punya, dan jangan ragu untuk belajar dan bertanya.” Tumpangsari CMK dan melon ini bukan sekadar soal dua tanaman berbeda yang tumbuh berdampingan, tapi juga tentang cara pandang dalam Bertani, mengamati, mencoba, dan terus memperbaiki. Karena di balik keberhasilan di lahan, selalu ada ketekunan, kejelian, dan semangat untuk terus belajar. Demikian artikel ini di buat, selamat mencoba dan jangan lupa saksikan penjelasan lengkapnya di video ini.


Rekomendasi Produk :
VITARON
MORDENFOL