Kisah Sukses Petani Milenial Lulusan UGM, Meraup 70 Juta Rupiah Setiap Kali Petik
Ahmad Muzaki / Rabu,03 Maret 2021
Indonesia merupakan negara agraris. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya penduduk yang menggeluti sektor pertanian di berbagai posisi, baik pelaku usaha pertanian atau petani, tenaga kerja pertanian, expert, bahkan tak sedikit yang menjadikan pertanian sebagai sambilan di sela-sela pekerjaan utama. Menurut BPS, Jumlah petani per 2019 mencapai 33,4 juta orang. Adapaun dari jumlah tersebut petani muda di Indonesia yang berusia 20-39 tahun hanya 8 persen atau setara dengan 2,7 juta orang. Kondisi ini menggambarkan bahwa regenerasi petani nampaknya akan menjadi masalah pangan apabila terus dibiarkan, pasalnya petani mudanya hanya sekitar 8% dari total petani yang ada.
Jika tadi disinggung banyak yang menggeluti sektor pertanian sebagai sambilan, tapi tidak buat pemuda yang akrab dipanggil mas Pulung ini. Ya, Pulung Widi Handoko nama lengkapnya, pemuda berusia 25 tahun yang bersasal dari Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, pertanian adalah pekerjaan utama. Beliau bahkan seorang sarjana pertanian dari salah satu perguruan tinggi ternama di Indonesia ini, sepertinya menunjukkan bahwa sejak awal memang punya visi di dunia pertanian yang jelas. Pada suatu saat beliau menanam cabai rawit pernah mencapai omset rata-rata 70 juta rupiah dalam setiap pemetikan. Bagaimana ceritanya? Inilah inspirasi bagi kawan-kawan petani muda yang perlu dicatat.
Biografi
Pemuda berusia 25 tahun ini memang sudah cukup akrab dengan dunia pertanian sejak kecil. Hidup di keluarga yang bergelut dalam dunia pertanian membuat darah pertanian pada diri beliau telah melekat sejak usia dini. Tak sekedar motif membantu orang tua, namun juga belajar di sektor yang konon serba tak pasti ini. Saat masa SMA pun dimana anak-anak remaja sebayanya asyik nongkrong, pacaran dan berkumpul-kumpul, beliau sudah rutin terjun langsung untuk mengelola lahan pertanian. Hingga berlanjut di masa duduk di bangku perkuliahan, hampir tiap hari rutin pulang pergi dari Magelang - Jogjakarta untuk memastikan lahan yang dikelolanya dapat optimal. Seolah dunia pertanian telah menjadi jiwanya yang masih terhitung muda, rutinitas tersebut beliau lakukan sampai lulus kuliah.
Total lahan yang beliau garap sekitar 15 ha tersebar di beberapa lokasi dengan mepekerjakan total 50 karyawan. Penanaman tidak dilakukan secara bersamaan, hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinanan yang tidak diharapkan seperti fluktuasi harga, kegagalan budidaya ataupun pembengkakan modal. Perbedaan waktu tanam dan pemilihan komoditas itu sangat berdampak pada perputaran ekonominya, karena bisa dipastikan setiap hari akan memperoleh hasil panen. Saat ini untuk lahan sekitar 2 hektar yang berlokasi di kawasan Kecamatan Sawangan ini dapat menghasilkan sekitar 900 kg cabe rawit untuk setiap kali petik. Harga yang beliau dapatkan pun cukup fantastis, yaitu diangka Rp. 80.000 per kg dan tanaman telah memasuki petikan yang ke 20. Jumlah tersebut masih akan terus bertambah, karena tanaman masih tampak sangat sehat dengan buah sangat lebat, bermunculan silih berganti setelah pemetikan demi pemetikan.
Kondisi lahan
Lahan yang sedang beliau panen ini adalah lahan bekas dari tanaman cabe sebelumnya tanpa dilakukan olah tanah. Hal tersebut beliau lakukan dengan pertimbangan meminimalisir waktu, biaya dan tenaga. Bermodal dari ilmu pertanian yang beliau dapat semasa duduk dibangku perkuliahan, berbagai teknologi beliau terapkan untuk menghasilkan produksi yang maksimal dengan pengeluaran minimal.
Varietas cabai yang beliau tanam adalah ORI 212 dengan jarak antar lubang tanam adalah 43x45 cm. pemilihan varietas dan jarak tanam beliau sesuaikan dengan musim yang ada. Variatas tersebut beliau pilih karena vigor tanamannya baik, daun atas kecil, kulit buah tebal dan buah arahnya keatas. Pertimbangan tersebut yang beliau gunakan untuk menghadapi tanaman yang panen dimusim hujan, karena dengan begitu tanaman akan lebih tahan terhadap pathogen penyakit dan penyemprotan menjadi lebih efektif.
Perawatan Tanaman
Pemupukan dilakukan mengikuti perkembangan tanaman tidak terpatok waktu. Pupuk untuk fase vegetatif yang digunakan adalah NPK yang beliau tambahkan asam humat. Cara aplikasinya adalah dengan melarutkan kedalam air dan dikocorkan ke lubang tanam. Interval pemupukan disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan perkembangan tanaman.
Penyemprotan selama masa vegetatif menggunakan beberapa bahan. MORDENFOL yang memiliki kandungan senyawa magnesium pirofosfat beliau gunakan dengan tujuan mencukupi kebutuhan nutrisi hususnya pada saat masa pertumbuhan dan pembungaan. Dosis yang beliau gunakan sekitar 2 ml/l air. VITARON SL beliau tambahkan ketika tanaman mengalami gejala seperti daun kriting, kurang normal atau habis terkena serangan hama, tujuannya adalah untuk mencukupi kebutuhan unsur mikro tanaman dan mempercepat proses regenerasi sel. Dosisnya sekitar 1-2 ml/l air. Insektisida dan fungisida selama fase vegetatif beliau sesuaikan dengan kendala yang ada. Seperti penggunaan abamectin dan piridaben untuk jenis kutu-kutuan. Fungisida selama fase vegetatif lebih melihat pada serangan yang muncul, beliau lebih condong menggunakan KOVER WP yang bersifat sebagai mineral pelindung tanaman.
Perawatan fase generative terasa lebih banyak tantangan karena sudah bersamaan dengan musim hujan. Beberapa bahan beliau berikan untuk menjaga tanaman tetap sehat dan dapat berproduksi optimal. Nutrisi yang disarankan adalah KALINET yang memiliki kandungan Fosfat, Kalium, dan Boron. Formulasi tersebut dirasa sangat cocok dan direkomendasikan ketika tanaman memasuki fase generatif. Dosis untuk setiap liter airnya adalah 2 ml. manfaat yang dirasakan adalah umur panen tanaman lebih cepat, produktivitas tinggi, kulit buah tebal dan berbobot serta daun tanaman tetap bertumbuh sehingga umur produksi lebih lama.
Pestisida untuk meminimalisir tanaman dari serangan patogen penyakit beliau gunakan fungisida yang bersifat kontak dan sistemik serta ditambah mineral pelindung tanaman. Fungisida yang bersifat kontak beliau gunakan mancozeb dengana dosis 2 g/l. Bahan aktif azoksistrobin dan difenokonazol 1 ml/l beliau tambahkan. Tidak sampai disitu, untuk fungisida masih ditambahkan bahan aktif simoksanil 1 g/l untuk lebih memperkuat sistem pertahanan tanaman dari serangan pathogen penyakit. Untuk memperkokoh dan menebalkan dinding sel permukaan tanaman ditambahkan unsur kalsium dengan dosis 2 g/l. Untuk memaksimalkan proses penyemprotan beliau tambahkan KOVER WP sebagai mineral pelindung tanaman, serta perekat yang memiliki sifat penembus mutlak digunakan terlebih musim hujan. Semua bahan trersebut beliau aplikasikan secara bersamaan dengan interval aplikasi 5 hari 1 kali.
Catatan yang diberikan adalah, ketika menghadapi musim hujan penggunaan pupuk mengandung unsur nitrogen sebisa mungkin ditekan menjadi seminimal mungkin. Pasalnya air hujan sudah mengandung nitrogen. Pemberian secara berlebih membuat tanaman tumbuh lebih cepat, kurang seimbang dan sekulen (rentan terkena penyakit). Selain itu, apabila nitrogen diaplikasikan ditanah, dapat meningkatkan derajat keasamaan tanah sehingga pathogen penyakit lebih cepat berkembang.
Itulah kisah inspirasi dari seorang sarjana pertanian yang tak pernah malu menjadi petani. Semangat dan kegigihannya perlu kita jadikan motivasi untuk tetap bangga dan tidak malu menjadi petani. Pasalnya kalau tidak generasi muda, siapa lagai yang mau meneruskan profesi menjadi petani. Seperti kita ketahui, soal pangan adalah tentang hidup dan matinya suatu bangsa. Video kisah inspiratifnya dapat di saksikan disini.
Cari
KATEGORI : |
---|
Pengetahuan |
Kiat Pertanian |
Solusi Masalah |
Berita Inspirasi |