Budidaya Cabai : Mengoptimalkan Ruang & Pendapatan dengan Teknik Tumpangsari yang Tepat


Angga Syarief / Sabtu,26 Oktober 2024

Dalam dunia pertanian, pemanfaatan lahan secara optimal adalah salah satu kunci keberhasilan. Salah satu teknik yang populer untuk mewujudkannya adalah tumpangsari, yaitu metode menanam dua atau lebih jenis tanaman pada satu lahan dalam waktu yang sama atau bergantian. Teknik ini tidak hanya meningkatkan hasil panen, tetapi juga memberikan berbagai manfaat bagi lingkungan dan keberlanjutan lahan. Tumpangsari adalah sistem penanaman yang memanfaatkan satu area lahan untuk beberapa jenis tanaman berbeda. Dengan mengatur kombinasi tanaman tertentu, tumpangsari menciptakan sinergi di mana tanaman yang satu dapat melindungi atau mendukung tanaman lainnya. Misalnya, tanaman yang tumbuh tinggi dapat memberikan naungan bagi tanaman rendah yang membutuhkan sedikit teduh, atau tanaman yang memiliki akar dalam akan menjaga tanah tetap gembur sehingga tanaman berakar pendek lebih mudah menyerap nutrisi. Manfaat tumpangsari adalah sebagai berikut :

  1. Peningkatan Keuntungan Ekonomi: Kombinasi dua varietas cabai ini memungkinkan petani mendapatkan penghasilan lebih dari satu jenis komoditas sekaligus, yang tentunya berdampak pada peningkatan pendapatan dan keberlanjutan usaha tani.
  2. Efisiensi Penggunaan Lahan: Dengan pola tanam tumpangsari, lahan yang terbatas di LDC Mitra Bertani dapat menghasilkan panen beragam tanpa harus memperluas area tanam. Ini merupakan solusi efektif bagi petani yang ingin memaksimalkan produktivitas lahan.
  3. Manajemen Risiko Panen yang Lebih Baik: Apabila satu varietas cabai mengalami kendala produksi, varietas lainnya masih bisa memberikan hasil. Dengan begitu, risiko kegagalan panen dapat ditekan, memberikan stabilitas lebih bagi petani dalam jangka panjang.

Tentang Varietas

Menghadapi tantangan peningkatan produktivitas dalam pertanian, Learning Development Center (LDC) Mitra Bertani kini menerapkan pola tanam tumpangsari dengan menggabungkan dua komoditas unggulan: cabai merah keriting varietas Rektor 69 dan cabai rawit merah Drone Tavi. Pola tumpangsari ini tidak hanya dimaksudkan untuk memaksimalkan hasil panen dari dua jenis cabai yang berbeda, tetapi juga memanfaatkan keunggulan masing-masing varietas untuk menciptakan hasil yang berkualitas dan berkesinambungan.

Pembuatan Bedengan & Jarak Tanam

Persiapan awal meliputi pemetaan lahan untuk memastikan ukuran dan posisi bedengan yang presisi. Bedengan dibuat dengan lebar 120 cm dan tinggi 50 cm, memberikan cukup ruang bagi perakaran tanaman sekaligus membantu pengelolaan air di musim hujan. Desain ini juga mengurangi risiko genangan air yang dapat menyebabkan penyakit tanaman. Setelah lahan diratakan, bedengan dibentuk dengan tinggi 50 cm untuk memastikan drainase yang baik. Ketinggian bedengan ini akan membantu tanaman tetap aman dari genangan air, terutama saat musim hujan tiba, serta mempertahankan kelembapan tanah lebih lama saat musim kemarau. Pembuatan bedengan setinggi ini juga berfungsi untuk menjaga struktur tanah agar tetap gembur dalam jangka panjang.

Pada bedengan ini, pengaturan jarak tanam dilakukan dengan mempertimbangkan jenis tanaman yang dibudidayakan, yakni cabai merah keriting Rektor 69 dan cabai rawit Drone Tavi. Setiap tanaman cabai diberi jarak tanam sebesar 50 cm x 50 cm. Jarak ini memungkinkan setiap tanaman memiliki ruang yang cukup untuk tumbuh secara optimal, sehingga sirkulasi dan intensitas cahaya matahari tetap optimal. Untuk mengurangi risiko persaingan antara cabai rawit dan cabai keriting, jarak antar kedua jenis cabai ini diatur sebesar 20 cm. Jarak ini bertujuan agar setiap varietas cabai dapat tumbuh tanpa mengganggu satu sama lain, menjaga aliran nutrisi dan ruang yang diperlukan masing-masing varietas.

Investasi dalam pembuatan bedengan yang optimal dan berkelanjutan memberikan berbagai manfaat untuk jangka panjang, terutama dalam hal efisiensi tenaga dan biaya produksi. Berikut adalah beberapa keuntungan utama dari desain bedengan ini di lahan LDC Mitra Bertani:

  1. Mempertahankan Kualitas Tanah

Dengan pembuatan bedengan setinggi 50 cm yang dilengkapi dengan pupuk dasar berupa pupuk organik, asam humat POWERSOIL, dan pupuk kimia yang bijak, kualitas tanah tetap terjaga selama dua tahun. Perpaduan pupuk organik, asam humat, dan pupuk kimia yang telah dicampurkan secara merata akan mendukung keseimbangan nutrisi dalam tanah, sehingga tanaman berikutnya akan tumbuh dengan baik tanpa membutuhkan tambahan pupuk yang berlebihan.

  1. Efisiensi Air dan Drainase

Bedengan yang lebih tinggi dan lebar ini memungkinkan drainase yang baik, terutama saat musim hujan. Ketinggian bedengan ini membantu menghindari tanaman dari resiko kelebihan air yang dapat mengakibatkan pembusukan akar, sementara kelembapan tanah yang dipertahankan oleh mulsa dapat mengurangi kebutuhan penyiraman di musim kemarau.

  1. Mendukung Pertumbuhan Tanaman Secara Optimal

Desain bedengan ini memastikan bahwa jarak tanam yang cukup bagi cabai merah keriting dan cabai rawit mendukung aliran udara yang baik dan eksposur sinar matahari yang merata. Jarak antar tanaman sebesar 50 cm membuat setiap tanaman cabai memiliki ruang untuk tumbuh dengan baik dan mengurangi potensi serangan penyakit akibat kepadatan tanaman yang berlebihan.

Kelebihan & Kekurangan

Tumpangsari antara cabai rawit dan cabai keriting menawarkan kelebihan yang mendukung efisiensi waktu, biaya, dan perawatan. Meski demikian, seperti semua teknik pertanian, tumpangsari ini juga memiliki beberapa kekurangan yang memerlukan perhatian khusus. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai kelebihan dan kekurangan pola tanam tumpangsari pada cabai rawit dan cabai keriting. Kelebihan yang dirasakan :

  1. Kesamaan Kebutuhan Pupuk dan Nutrisi

Salah satu keunggulan utama dari tumpangsari cabai rawit dan cabai keriting adalah keduanya berasal dari famili yang sama, yaitu Solanaceae. Karena memiliki jenis kebutuhan nutrisi yang mirip, aplikasi pupuk dapat dilakukan secara bersamaan tanpa harus menyiapkan jenis pupuk berbeda untuk tiap tanaman. Hal ini tidak hanya menghemat biaya, tetapi juga menyederhanakan proses pemupukan, karena petani dapat mengatur satu jenis pupuk dengan dosis yang sesuai untuk kedua jenis tanaman.

  1. Efisiensi dalam Pengelolaan Lahan dan Waktu Panen

Cabai keriting memiliki siklus panen yang lebih cepat dibandingkan dengan cabai rawit. Hal ini menjadi keuntungan bagi petani, karena hasil panen cabai keriting yang lebih awal dapat dijadikan sumber pendapatan atau modal untuk mendukung perawatan cabai rawit hingga mencapai masa panen. Efisiensi ini memungkinkan petani memaksimalkan lahan dan waktu yang dimiliki tanpa harus menunggu keseluruhan tanaman mencapai panen bersamaan.

Kekurangan yang dirasakan :

  1. Persaingan Nutrisi di dalam Tanah

Meskipun kebutuhan nutrisi cabai rawit dan cabai keriting mirip, pertumbuhan keduanya dalam satu lahan menimbulkan persaingan nutrisi. Persaingan ini terutama terjadi pada unsur hara penting seperti nitrogen, fosfor, dan kalium, yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan dan produktivitas cabai. Untuk mengatasi hal ini, diperlukan manajemen pemupukan yang cermat agar masing-masing tanaman mendapatkan nutrisi yang cukup dan seimbang.

Pengaturan dosis dan jadwal pemupukan menjadi krusial untuk memastikan kedua jenis cabai mendapatkan asupan hara yang optimal. Salah satu solusinya adalah dengan menambahkan pupuk secara berkala sesuai dengan kebutuhan masing-masing jenis cabai. Hal ini dapat membantu menjaga pertumbuhan tanaman secara optimal dan mencegah terjadinya kekurangan hara pada salah satu jenis cabai.

  1. Risiko Penyakit dan Hama yang Sama

Karena cabai rawit dan cabai keriting berasal dari famili yang sama, keduanya rentan terhadap hama dan penyakit yang serupa. Beberapa hama umum pada tanaman cabai, seperti thrips, kutu daun, dan lalat buah, dapat menyerang kedua jenis cabai sekaligus. Begitu pula dengan penyakit yang sering menyerang tanaman cabai, seperti layu bakteri, antraknosa, dan virus kuning, yang dapat menyebar dengan cepat jika salah satu tanaman terinfeksi.

Serangan hama dan penyakit ini bisa berdampak lebih serius dalam sistem tumpangsari karena dapat menginfeksi seluruh lahan. Untuk mengurangi risiko ini, penerapan langkah-langkah preventif seperti pengendalian hama dan penyakit secara rutin, serta penggunaan pestisida nabati atau metode pengendalian biologis, sangat disarankan. Pemantauan yang teliti dan pemberian perawatan yang teratur juga dapat membantu mencegah dan mengurangi penyebaran penyakit dalam lahan tumpangsari.

Demikian artikel ini kami buat, selengkapnya bisa ditonton disini.